-->

Info Populer 2022

Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Dan Implikasi

Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Dan Implikasi
Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Dan Implikasi
Undang-Undang Dasar 1945 yang berlaku di Indonesia  dalam dua kurun waktu, kurun waktu antara 1945-1949 yaitu dikala ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18-8-1945 hingga berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) dikala legalisasi kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949. 


Masa berlakunnya yang kedua semenjak dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga sekarang. Kurun waktu yang kedua terbagi dalam masa Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama semenjak dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga dengan 11 Maret 1966, masa Orde Baru semenjak tanggal 11 Maret 1966 hingga dengan 21 Mei 1998 Masa Reformasi semenjak 21 Mei 1998 hingga sekarang.


1.    Kurun Waktu Antara 1945-1949

Perlaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 pada masa ini kurang berjalan dengan baik alasannya konsentrasi bangsa Indonesia dikala itu dicurahkan pada mempertahankan kemerdekaan yang gres saja diproklamasikan, sementara kolonial Belanda membonceng tentara NICA yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia. Disisi lain terjadi aneka macam kontradiksi ideologi yang berpuncak pada aneka macam pemberontakan yang mengancam desintegrasi bangsa, diantaranya pembrontakan DI TII di Jawa Barat, pembrontakan PKI di Madiun, Kahar Muzakar di Sulawesi selatan, PRRI Permesta di Sumatra dan sebagainya.

Sistem pemerintahan belum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam hukum peralihan Pasal IV disebut bahwa : “Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasannya dijalankan dengan pemberian sebuah Komite Nasional’. Namun dalam perkembangan ketatanegaraan berdasarkan Maklumat Wapres No X tanggal 16 Oktober 1945, fungsi Komie Nasional berubah fungsi dari pembantu Presiden menjadi Badan Legislatif. Di samping itu permintaan BPKNIP pemerintah mengeluarkan maklumat pembentukan partai-partai politik.

Sejak tanggal 154 November 1945 pemerintah dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri bertanggung tpendapat pada KNIP yang berfungsi sebagian DPR, hal ini memberikanmplikasi terhadap perkembangan ketatanegaraan dan ketidak konsistenan pemerintahan dan negara Indonesia dari negara Kesatuan menjelma negara Federal berdasarkan ketentuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat Konstitusi ini berlaku semenjak 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950 pada masa ini masa perngantian kabinet sebanyak 7 kali, hal ini disebabkan oleh tidak konsistennya sistem Parlementer. 

Konstituante yang bertugas menciptakan Undang-Undang dasar yang tetap ternyata gagal mengemban kiprah tersebut akibatnya, mendiang Presiden Sukarno mengeluarkan Dekris Presiden 5 Juli 1959 yang isinya : 

  1. Mebubarkan konstituante,
  2. Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS ,
  3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara, Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan Dewan Perberat sebelahan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dikri Presiden dilaksanakan di depan istana merdeka yang dituangkan dalam SK Presiden No 150 tahun 1950 yang di umumkan dalam lembaran negara No 75 tahun 1959. Dengan berlakunya UUD 1954 Presiden mencanangkan Demokrasi terpimpin yang bersumber dari sila keempat pancasi, namun dalam terlaksanakannya demokrasi tersebut bergesar pada Kekuasaan Bung Karno kesannya terjadi peryimpangan terhadap UUD 1945 diantaranya :

  1. kompeksi pancasila menjelma Nasakom;
  2. Demokrasi terpimpin cendrung pada pemusatan kekuasaan direktur (Presiden); 
  3. MPR  mengambil, keputusan untuk megangkat Presiden Sukarno menjadi Presiden seumur  hidup ;  
  4. Pada tahun 1960 dewan perwakilan rakyat tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, Presiden membubarkan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah  Presiden membubarkan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 dan membentuk dewan perwakilan rakyat GR
  5. hak budget dewan perwakilan rakyat tidak berfungsi, alasannya setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan RAPBN untuk mendapat peretujuan dewan perwakilan rakyat sebelum berlakunya tahun anggaran memberikankutnya : 
  6. Pimpinan forum tinggi dan tertinggi negara disejajarkan dengan menteri yang note bene merupakan pembvantu Presiden .penyimpangan – penyimpangan tersebut menjadikan berjalannya sistem pemerintahan kurang lancar, namun juga memburuknya sistem politik,ekonomi dan hankam dikala itu, sehingga pada puncaknya terjadi pemberontakkan G.30 S/PKI yang berhasil di gagalkan oleh ABRI dan mendapat dukungan dari rakyat.

Dalam sejarah usaha kemerdekaan PKI telah tiga kali memberontak terhadap pemerintahan yang sah, berdasarkan hal tersebut rakyat menghendaki supaya PKI dibubarkan, namun dikala itu mendiang Presiden Soekarno tidak mau membubarka PKI yang aktual – aktual menghianati negara. Pada akhirnya mahasiswa dengan dukungan ABRI memberikan tritura ( tiga tuntunan rakyat ) yaitu : 

  1. Bubarkan PKI; 
  2. Bersihkan kabinet dari unsur – unsur PKI;
  3. Tturunkan harga/perbaikan ekonomi. 

Gerkakan ini semakin hari semakin meningkat, kesannya Presiden Soekarno tidak bisa mengusai keadaan,untuk mengatasi keadaan semacam itu Presiden mengeluarkan surat pemerintah sebelas Maret 1966 pada Letjend Soeharto selaku menteri panglima ankatan darat untuk mengambil langkah–langkah untuk mengamankan negara .selanjutnya Soeharto selaku pemegang supersmar telah mengambil keputusan diantaranya
  1. Membubarkan PKI beserta   organisasi dibawahnya yang disambut lega oleh seluruh bangsa Indonesia. 
  2. Menyelenggarkan pemilihan umum selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968 yang dituangkan dalam ketatapan MPRS No. XXII/MPRS/1966. 
  3. Merencanakan pembangunan Nasional lima tahun(repelita)    


2.    Kurun waktu 11 Maret 1966 hingga dengan 21 Mei 1998

Pada dekade tahun 1997 bangsa Indonesia mulia dilanda krisis moneter yang merambat pada krisis demonsial. Krisis ini terus memuncak yang pada akhirnya yang dimotori oleh mahasiswa menuntut berdasarkan semoga Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Akhirnay tuntutan ini dipenuhi maka pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden dan digantikan oleh wakil Presiden habibi. 

Walaupun pemerintaha sudah diganti namun kepercayaan rakyat semakin menurun,sehingga diadakan sidang istimewa MPR pada bulan November 1998 yang menghasilkan sembilan ketetapan MPR .situasi semakin memanas dan rakyat menuntut semoga pemilu segera dipercepat.sebelum dilakukan perubahan terhadap 3 UU Politik yaitu dengan adanya UU No.2 / 1999 wacana partaii politik ,UU No.3 / 1999 wacana pemilu dan UU No.4 / 1999 wacana susunan MPR, DPR, dan DPRD. Pemilu dilaksanakan pada tanggal 7 juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik.

Pemerintahan Habibi  jatuh pada tanggal 19 Oktober 1999, setelah pidato pertanggung tpendapatannya ditolak oleh MPR pada sidang umum tahun 1999 gelombang reformasi berjalan begitu cepat semenjak jatuhnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yaitu dengan perubahan sistem ketatanegaraan diantaranya pencabutan ketetapan MPR No. II/MPR/1978 wacana P-4  dan amandemen terhadap UUD 1945. salah satu pasal yang penting hasil amandemen ialah pasal 7 UUD 1945. “Presiden dan Wapres memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya sanggup dipilih kembali dalam jabatannya yang sama, hanya untuk satu kali jabatan “Pasal ini yang sebelum diamandemen mengukuhkan Presiden Soeharto untuk dipilih kembali setiap lima tahun oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.



3.    Kurun Waktu 21 Mei 1998 hingga dengan kini

Pada masa pemerintahan Presiden Habibi, nampaknya kepercayaan rakyat belum juga bisa meredam gejolak reformasi yang sedang berlangsung,s ehingga diadakan sidang istimewa dan pemilihan umum dipercepat, dalam lamporan pertanggungtpendapatannya Presiden Habibi di depan sidang istimewa MPR, sebagian besar anggota MPR menolak kesannya pemilihan umum dipercepat dan dilaksanakan pada tanggal 7  Juli 1999 dalam pemilu tersebut PDIP memimpin peroleh bunyi terbesar, disusul Partai Golkar, PPP, PKB, PAN dan PBB.

Namun dalam Pemilihan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari unsur PKB terpilih sebagai Presiden sedangkan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP pemenang pemilu hanya sebagai wakil Presiden. Namun dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid banyak dihadang permasalahan, terutama konflik antara Presiden dan dewan perwakilan rakyat yang berkelanjutan, tindakan Presiden Abdurrahman Wahid yang sering meresafel kabinetnya yang dianggap kurang loyal. Kontoversial pemerintahan Gus Dur tersebut menyelut konflik antara Presiden dan dewan perwakilan rakyat yang pada akhirnya Presiden diimpeement dalam sidang istimewa MPR dan akhirnya MPR mengangkat Megawati sebagai Presiden dan Hamzah Haz yang terpilih dalam sidang MPR sebagai Wakil Presiden.
Advertisement

Iklan Sidebar